
Lebih dari 300 ribu buku telah disingkirkan dari sekolah dan perpustakaan Turki dan dihancurkan sejak upaya kudeta 2016. Demikian keterangan Kementerian Pendidikan Turki.
Menteri Pendidikan Turki, Ziya Seluk mengumumkan pekan lalu sebanyak 301,878 buku telah dihancurkan ketika pemerintah memberantas apa pun yang terkait dengan Fethullah Gulen, ulama Muslim yang berbasis di Amerika Serikat yang dituduh Turki berada di balik kudeta militer yang gagal pada tahun 2016. Gulen telah membantah keterlibatannya.
Jumlah buku pertama kali dilaporkan koran ternama, Hrriyet, disertai gambar buku yang disita dan dibakar sebagaimana yang diterbitkan kantor berita daring Kronos27. Demikian dilansir dari laman The Guardian, Rabu (7/8).
Menurut situs web Turkey Purge, yang mendeskripsikan diri sebagai kelompok kecil jurnalis muda yang bersuara demi rakyat Turki yang menderita di bawah rezim yang menindas, pada 2016 sebuah buku matematika dilarang karena memuat inisial nama Gulen dalam sebuah soal yang berbunyi "dari titik F ke G".
Pada Desember 2016, koran BirGn melaporkan, 1,8 juta buku pelajaran dihancurkan dan dicetak ulang karena berisi kata yang tak disukai yaitu Pennsylvania, dimana Gulen tinggal dalam kompleks yang dijaga ketat. Jalan-jalan yang dinamai Gulen di Ankara juga telah diganti, menurut laporan tersebut.
Organisasi kebebasan berbicara mengatakan mereka terkejut dengan pernyataan Menteri Pendidikan Turki. "Hanya dalam tiga tahun, dunia penerbitan di Turki telah hancur, dengan 29 penerbit ditutup dengan keputusan darurat karena dituding menyebarkan propaganda teroris," kata PEN International dan English PEN dalam sebuah pernyataan bersama.
Dalam laporan English PEN tahun 2018, mengikuti keputusan keadaan darurat setelah percobaan kudeta, 200 kantor media dan organisasi penerbitan telah ditutup, 80 penulis menjadi sasaran investigasi dan penuntutan dan 5.822 akademisi diberhentikan dari 118 universitas negeri. Laporan itu menunjukkan krisis kebebasan berekspresi di Turki.
"Pemerintah secara dramatis meningkatkan pengaruhnya pada bidang media dan penerbitan, dengan demikian membungkam suara-suara kritis," kata PEN.
"Kami menyerukan pihak berwenang Turki mengizinkan pembukaan kembali dan operasional independen dari rumah-rumah penerbitan, dan untuk segera menghentikan tindakan keras mereka terhadap kebebasan berekspresi, yang terus berlanjut," lanjutnya.
0 Komentar