Subscribe Us

header ads

Perkosa Bocah 10 Tahun, Ayah dan Paman di Aceh Divonis Bebas, Hasil Visum Tak Dijadikan Alat Bukti

RAKSASAPOKER 2 pemerkosa bocah 10 tahun, MA serta DP didiagnosa leluasa oleh Majelis Hakim Mahkamah Syariah Kabupaten Aceh Besar serta Mahkamah Syariah Aceh. MA merupakan bapak korban serta DP merupakan paman korban ataupun kakak kandung MA Pemerkosaan pada bocah umur 10 tahun di Aceh Besar terjalin pada Agustus 2020. Si paman merupakan seseorang lajang yang tadinya bekerja di Malaysia. Dikala pandemi menyerang Malaysia, DP kembali ke Acehd an menumpang di rumah adik kandungnya, MA di desa di Aceh Besar. Dikala MA tidak terdapat di rumah, DP memperkosa keponakannya sebagian kali.

Saat sebelum didiagnosa leluasa, jaksa dari Kejaksaan Negara Aceh menuntut 2 laki- laki tersebut dengan hukuman penjara 200 bulan ataupun 16, 5 tahun penjara.


Ironisnya, hakim tidak menyangka hasil visum selaku perlengkapan fakta sebab alibi hasil visum tidak bisa meunjukkan siapa pelakunya. Perihal tersebut di informasikan Soraya Kamaruzzaman sebagai Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh kepada Kompas. com, Senin( 7/ 6/ 2021).

" Visum tidak dijadikan selaku perlengkapan fakta, sementara itu hasil visum itu menampilkan terbentuknya cedera. Memanglah terdapat sebagian perihal yang lenyap, sebab permasalahan perkosaan telah sebagian bulan sehabis peristiwa. Sebabnya hasil visum tidak bisa menampilkan pelakon," kata Soraya. Tidak cuma itu. Hakim tidak menjadikan video kesaksian anak senantiasa korban selaku perlengkapan fakta. Hakim beralasan korban anak bukan tunarungi, tetapi di video itu dia cuma mengangguk serta menggeleng dikala menanggapi persoalan. Bagi Soraya, hakim memperhitungkan jawaban itu cuma semata- mata imajinasi anak yang jadi korban.

" Kami memandang, dalam perihal ini meyakinkan kalau hakim tidak memiliki perspektif anak selaku korban dalam mengkaji perkara ini."" Pasti permasalahan ini wajib dilihat berbeda meski tadinya anak yang riang dapat bersosialisasi dengan baik, tetapi pengalaman trauma pasti tidak hendak membuat ia kembali semacam semula dalam waktu yang pendek," kata Soraya. Balai Syura Ureung Inong Aceh pula mencatat, dalam penindakan permasalahan perkosaan terhadap anak yang diprediksi dicoba oleh bapak serta paman korban, hakim memakai Qanun Jinayat selaku landasan hukum. Majelis hakim mengabaikan hak anak yang mengalami majelis hukum tanpa terdapatnya pasangan dari Pusat Pelayanan Terpadu Wanita serta Anak( P2TPA) ataupun psikolog." Seperti itu sebagian kelemahan serta kejanggalan yang kami temukan dalam proses hukum permasalahan perkosaan anak yang memakai Qanun Jinayat. Maksudnya anak sebagai korban dalam Qanun Jinayat jelas tidak memperoleh keadilan," kata Soraya. 

Posting Komentar

0 Komentar